Bila kita sedang berkunjung ke kota Lasem, ada sebuah bangunan kuno yang dibangun sekitar abad 19, yaitu Rumah Merah.
Bangunan ini unik, berdiri di tanah Jawa, namun memiliki arsitektur Tionghoa dan Eropa. Disebut Rumah Merah, karena didominasi warna merah, sehingga siapa pun mudah menenukannya, karena memiliki ciri yang khas.
Pada saat bisnis sarang burung walet masih bagus, bangunan ini difungsikan maksimal untuk tempat tinggal burung walet atau untuk bersarang, meski awalnya lebih berfungsi untuk penyimpanan candu.
Dengan luas bangunan sekitar 256 meter persegi, dan total luas tanah setengah hektar, bangunan tua ini masih kokoh dalam usianya yang diatas satu abad.
Memilki spot bagus yang sangat Instagramable sehingga sangat disukai oleh para wisatawan. Untuk membantu biaya perawatan bangunan tua ini, meski bukan sebuah museum, pengunjung dikenakan biaya masuk, yang ditukar dengan gelang kertas.
Di bagian depan Rumah Merah, kita melihat tiga patung Dewa Tiongkok kuno berukuran raksasa. Sedangkan disekitarnya banyak gerai penjual makanan minuman. Jadi sepintas tampaknya hanya seperti sebuah food court.
Saat kita masuk lebih dalam, baru kita temukan bangunan berarsitektur Tionghoa dan Eropa ini Dengan aksara kanji di bagian atas dan pada pintu.Yang didalamnya kadang terdapat meja altar sembahyangan, dengan patung kongco, atau orang yang dihormati, seperti jenderal perang Kwan Kong, dan patung Dewa Dewi, seperti Kwan Iem. Kita juga melihat lemari dan guci-guci kuno.
Di sebuah ruangan terbuka, terdapat sebuah sumur tua yang berwarna kuning. Berisi air kehidupan yang konon bisa membuat awet muda bila digunakan untuk membasuh muka.
Dikenal juga sebagai Rumah Batik, karena memproduksi dan menjual batik khas Lasem dengan merek Tiga Negeri.
Ada dua versi tentang nama ini, ada yang mengaitkan dengan cerita Sam Kok (tiga kerajaan) di Tiongkok kuno, dan ada pula yang berargumen karena batik produksi Rumah Merah memiliki perpaduan tiga warna Lasem (merah), Pekalongan (biru) dan Solo (cokelat / sogan). Harga kain batik bervariasi dari puluhan ribu hingga jutaan Rupiah.Salah satu putri pemilik Rumah Merah disebutkan memiliki passion membuat corak-corak batik.Sehingga banyak yang direproduksi. Memiliki desain arsitektur Eropa karena ada putrinya yang menikah dengan orang Eropa.Dan yang lebih mengejutkan, bila kita ingin merasakan tidur seperti pada abad 19, kita bisa menginap disini. Untuk kamar dengan dua tempat tidur seharga 350 ribu Rupiah, sedangkan kamar dengan empat kamar tidur seharga 450 ribu Rupiah per malam, sudah termasuk makan pagi, demikian ketenangan pemandu wisata lokal berpromosiKamarnya bersih dan terang, hanya sayangnya sudah menggunakan ranjang sekarang. Akan lebih menarik, bila ranjang yang digunakan adalah ranjang tempo duluNamun suasana kuno, agak terasa menyeramkan, meski menurut promosi pemandu wisata, tidak pernah ada gangguan dari mahluk astral disitu.Rumah Merah juga sering digunakan untuk seminar yang berkaitan dengan heritage, karena memiliki area luas di bagian belakang. Yang sekaligus digunakan sebagai ruang makan.Ingin merasakan tidur dalam bangunan abad 19,? Tidak perlu mesin waktu, cukup datang ke Lasem, Tiongkok Kecil Indonesia.