Kudus, selain terkenal karena industri rokok dan penyuplai atlet bulutangkis nasional, juga terkenal sebagai kota santri.
Di Kudus, kita dapat dengan mudah menemukan pesantren. Dan destinasi wisata religi dan sejarah yang paling menarik adalah mengunjungi Menara Kudus.
Di kawasan Menara Kudus, kita bisa mendapati Menara Kudus yang terbuat dari bata merah, masjid Menara Kudus atau Al Aqsha, makam Sunan Kudus, dan pura yang memiliki pintu yang mistis (konon pejabat yang berani melewati pintu itu bisa lengser).
Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa pejabat yang berani melewati jembatan Tanggulangin akan lengser. Terbukti Presiden RI keempat Gus Dur yang berani melewati jembatan itu dilengserkan. Namun uniknya pejabat Pemkot / Pemkab Kudus aman-aman saja. Mungkin hanya peristiwa kebetulan otak atik gatuk) saja yang menimpa Gus Dur dan dijadikan contoh.
Setelah puas berfoto di depan Menara Kudus, kami melanjutkan dengan walking tour menyusuri kota lama Kudus, alias blusukan di gang-gang kecil, Kauman. Tempat penyebaran agama Islam di Kudus dan sekitarnya.
Yang menarik, kami menemukan masjid yang menurut memet (perlambang tahun) lebih tua dari Menara Kudus, yaitu masjid Langgar Dalem.
Namun kondisi masjid ini sudah dipugar, sehingga malahan tampak lebih baru. Hanya kami melihat memet yang membuktikan bahwa masjid ini lebih tua dari Menara Kudus, dengan tulisan “trisula pinulet naga”. Menurut orang yang mampu membaca memet, masjid ini dibangun sekitar tahun 1480. Sedangkan Menara Kudus dibangun tahun 1549.Masjid Langgar Dalem terletak kira-kira 200 meter di sebelah Timur Menara Kudus.Masjid ini ditengarai dibangun lebih dulu karena digunakan untuk tempat tinggal Sunan Kudus selama pembangunan masjid Al Aqsha. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga berfungsi sebagai tempat dakwah pada para santri.Masjid ini memiliki arsitektur unik, dengan atap berbentuk tumpang tiga dan terdapat mustaka diatapnya.Bila kita memasuki masjid ini, antara ruang utama dan mengaji dipisahkan oleh pintu. Jadi ada tiga pintu masuk.Pada tempat wudhu terdapat empat saka dari kayu. Jendela masjid ini menunjukkan jendela model masa lalu.Kami melanjutkan perjalanan dengan menemukan beberapa Rumah Adat Kudus atau yang disebut Joglo Pencu. Rumah Adat Kudus ini dibangun oleh orang-orang berada untuk menunjukkan statusnya. Ada yang masih terawat bagus, ada juga yang kurang terawat. Dulu sering diperjual belikan, sekarang bila akan terjadi transaksi harus ada izin dari Dinas Purbakala.
Bila kita ingin melihat Rumah Adat Kudus di Jakarta, dapat menyaksikan di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Pusat atau di hotel Le Meredien, Jakarta Pusat.Kami sempat mampir sebentar ke rumah keluarga Notosemito, karena sedang ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Segera melanjutkan ke Omah Kembar yang berada di jalan Sunan Kudus. Uniknya rumah ini mengapit sungai Gelis, jadi letaknya berseberangan.Omah Kembar ini dibangun oleh Nitisemito, untuk kedua putrinya. Dibangun dengan arsitek dari Belanda dengan gaya Eropa untuk membuktikan bahwa orang Jawa dapat sejajar dengan orang Eropa.Meski hanya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan dapur, tetapi sangat luas, bahkan memiliki balkon.Sepuluh tahun yang lalu masih dihuni tetapi kini tidak dihuni lagi. Bahkan rumah di sisi Timur hanya tertutup pagar.Karena dibiarkan lama tak berpenghuni, konon kabarnya banyak peristiwa mistis. Kabar terakhir rumah ini sudah terjual, entah siapa pembelinya, karena hingga akhir Juni 2025 belum ada yang menempati.Inilah akhir perjalanan walking tour kami di kota lama Kudus.Sebagai gambaran, saya sertakan video,
.