Posted in

Tempe Mendunia: Perjuangan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Mysites – , Jakarta – Budaya tempe, warisan kuliner kebanggaan Indonesia, kini selangkah lebih dekat menuju pengakuan global. Melalui inisiatif komunitas yang didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Budaya Tempe secara resmi telah diajukan kepada Sekretariat UNESCO. Pengajuan ini bertujuan untuk memasukkan tempe ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan, sebuah langkah penting untuk melestarikannya bagi generasi mendatang.

Proses pengajuan ini telah rampung pada akhir Maret 2024 dan kini menanti pembahasan lebih lanjut oleh Sekretariat Konvensi 2003 UNESCO. Dengan optimisme yang tinggi, Direktur Pelindungan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Judi Wajudin, menyampaikan harapannya. “Kami optimis Budaya Tempe ini akan menambah daftar warisan budaya takbenda dari Indonesia yang ada di UNESCO. Kita berdoa semoga dengan masuknya Budaya Tempe dalam daftar UNESCO ini dapat terus memberikan manfaat bukan hanya bagi masyarakat Indonesia tapi dunia,” ujarnya dalam rilis pers yang dikutip dari Antara pada 31 Mei 2025.

Menanggapi momentum bersejarah ini, Forum Tempe Indonesia sebagai salah satu inisiator pengusul, menyerukan dukungan luas dari masyarakat. Harapannya adalah agar keberadaan tempe dapat terus terjaga kelestariannya dan semakin diakui di panggung global.

Pembina Forum Tempe Indonesia, Made Astawan, menyoroti jangkauan tempe yang telah mendunia. Kini, tempe tidak hanya dikonsumsi di Indonesia, melainkan telah merambah ke 27 negara. Popularitasnya yang terus meningkat tak lepas dari manfaat kesehatannya yang melimpah, hasil dari proses fermentasi kedelai yang unik. Pengetahuan tentang khasiat tempe ini telah menyebar luas berkat peran aktif diaspora Indonesia dan berbagai penelitian internasional yang terus mengungkap keunggulannya.

Astawan juga menambahkan bahwa tempe sangat relevan dengan tren gaya hidup modern. “Terlebih, tren vegetarian atau vegan juga semakin populer bersamaan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia terhadap pangan yang sehat,” kata Astawan, menyoroti posisi tempe sebagai sumber protein nabati yang ideal.

Selain Budaya Tempe, Kemendikbudristek juga mengajukan dua unsur budaya lain sebagai warisan budaya takbenda UNESCO, menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam diplomasi budaya. Kedua unsur tersebut adalah Teater Mak Yong, yang diajukan dalam pengembangan dari Mak Yong Malaysia, dan Jaranan: Seni Pertunjukan dan Ritual, yang diusulkan bersama dengan Suriname. Pengajuan bersama ini merupakan strategi cerdas untuk memperkuat hubungan dan kerja sama antarnegara dalam melestarikan warisan budaya.

Muslimatun menegaskan pentingnya kolaborasi lintas batas dalam menjaga kekayaan budaya takbenda. “Memang menjaga warisan budaya tak benda tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja, hal ini menuntut kolaborasi lintas batas yang bermakna dan efektif seperti yang tengah kita lakukan saat ini,” jelasnya, menyoroti nilai kemitraan dalam upaya pelestarian.

Sejarah Tempe

Menguak sejarahnya, asal-usul tempe di Nusantara dapat ditelusuri melalui naskah kuno Serat Centhini jilid 3. Naskah ini mengisahkan perjalanan Cebolang yang singgah di Dusun Tembayat, Klaten, Jawa Tengah, di mana ia dijamu dengan hidangan khas bernama jae santen tempe, yaitu tempe yang dimasak dengan santan, menunjukkan keberadaan tempe sejak lama.

Pada awalnya, tempe dibuat dari kedelai hitam yang banyak dibudidayakan di pedesaan Mataram, Jawa Tengah. Catatan sejarah menunjukkan bahwa tempe mulai dikenal sekitar abad ke-17 di sebuah desa di Klaten. Nama “tempe” sendiri diyakini berasal dari kata kuno Jawa “tumpi,” yang merujuk pada makanan berwarna putih yang menyerupai warna tempe segar.

Teknik pembuatan tempe telah diwariskan secara turun-temurun antargenerasi masyarakat lokal selama lebih dari empat abad. Seiring waktu, bahan dasar tempe pun berkembang pesat, tidak hanya terbatas pada kedelai. Kini, tempe juga dibuat dari berbagai jenis kacang-kacangan, biji-bijian, hingga daun-daunan. Keberagaman ini melahirkan berbagai variasi tempe khas Nusantara yang unik, seperti tempe kacang hijau, tempe koro pedang, tempe kecipir, tempe menjos (dari kacang tanah), tempe lamtoro, bahkan tempe dari daun singkong dan ampas kelapa, memperkaya khazanah kuliner Indonesia.

Perkembangan juga terjadi pada bahan pembungkus tempe. Jika pada masa awal tempe dibungkus dengan daun waru, daun jati, atau daun jambu biji, kini daun pisang dan plastik menjadi pilihan yang paling umum digunakan oleh para produsen, menyesuaikan dengan kebutuhan produksi massal.

Saat ini, industri tempe di Indonesia sangatlah masif, dengan sekitar 150.000 unit usaha yang tersebar di seluruh provinsi. Tempe tidak hanya sekadar lauk, melainkan telah menjadi makanan pokok bagi berbagai kalangan masyarakat, bahkan menyumbang sekitar 10% dari total asupan protein harian di Indonesia. Lebih dari itu, tempe telah mendunia, diproduksi dan dinikmati di lebih dari 20 negara, membuktikan daya tariknya sebagai pangan sehat dan bergizi universal.

Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Kementerian Kebudayaan Ajukan Tempe Jadi Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *