Perjalanan keliling Sumatera Utara bersama keluarga di akhir tahun lalu menjadi pengalaman tak terlupakan. Setibanya kami di Bandar Udara Kualanamu, rencana awal segera berubah. Kami memutuskan untuk langsung menuju Berastagi, menghabiskan satu malam di sana sebelum melanjutkan petualangan ke area Toba dan Samosir. Sebuah keputusan yang menarik, mengingat selama ini, meskipun sering bolak-balik ke Sumatera Utara, saya belum pernah sekali pun menjejakkan kaki di kota sejuk ini.
Keterbatasan waktu membuat saya harus cerdas memilih tempat wisata di Berastagi yang praktis namun tetap ikonik. Setelah menjelajahi berbagai referensi di internet, pilihan saya akhirnya mengerucut pada satu nama yang menarik perhatian: Taman Alam Lumbini.
Menjelajahi Ketenangan Taman Alam Lumbini
Nama Lumbini sontak mengingatkan saya pada tempat kelahiran Siddhartha Gautama, Sang Buddha. Terletak di Desa Dolat Rayat, sekitar 2-3 jam perjalanan dari Medan, lokasi Taman Alam Lumbini memang cukup terpencil dari jalan utama. Meskipun akses jalannya belum beraspal sempurna, mobil dapat melaluinya dengan nyaman, dan Google Maps terbukti sangat membantu dalam menemukan permata tersembunyi ini.
Sepanjang perjalanan menuju lokasi, mata saya dimanjakan oleh hamparan sawah, kebun, dan ladang warga setempat yang hijau membentang. Pemandangan ini menegaskan mengapa dinamakan Taman Alam Lumbini, karena letaknya benar-benar menyatu dengan alam. Beberapa rumpun bunga Hydrangea yang sedang mekar menambah keindahan di pinggir jalan, seolah menyambut kedatangan kami. Ditambah cuaca yang sedikit mendung, udara sejuk khas kota Berastagi semakin terasa meresap hingga ke tulang.
Beruntungnya, saat kunjungan saya waktu itu, jumlah wisatawan tidak terlalu ramai. Entah karena belum memasuki masa libur Natal dan Tahun Baru atau memang itu standar jumlah pengunjungnya. Bagi saya, kondisi yang tidak membludak ini justru memberikan kenyamanan lebih untuk mengamati dan menikmati setiap sudut keindahan Taman Alam Lumbini dengan tenang.
Begitu melangkah melewati gerbang masuk, pandangan saya langsung tertuju pada sebuah bangunan pagoda berwarna keemasan yang begitu memukau, mirip dengan pagoda-pagoda yang lazim ditemukan di Myanmar. Tak heran jika pagoda ini populer dengan sebutan Pagoda Emas. Rangkaian bendera warna-warni yang digantung di bagian luar pagoda juga mengingatkan saya pada kuil-kuil di Tibet. Sungguh tak pernah terpikirkan akan menemukan keindahan arsitektur megah seperti ini di pelosok Berastagi.
Taman Alam Lumbini sejatinya merupakan sebuah tempat wisata religi umat Buddha, dengan bangunan utamanya berupa replika Pagoda Shwedagon Myanmar yang ikonik. Selesai dibangun pada tahun 2010, pagoda ini mencatat rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pagoda tertinggi di Indonesia, dengan ukuran panjang 68 meter, lebar 68 meter, dan tinggi 46.8 meter. Selain itu, pagoda di Taman Alam Lumbini ini juga menjadi salah satu replika Pagoda Shwedagon terbesar yang ada di luar Myanmar.
Kompleks pagoda ini terdiri dari satu unit pagoda besar, dikelilingi oleh delapan unit pagoda kecil. Di bagian depan terdapat satu unit pilar Asoka, sementara di dalam pagoda utama, empat unit rupang Buddha dari batu giok utuh asal Myanmar menghadap ke empat sisi ruangan, dihiasi gantungan lampion-lampion kecil. Di salah satu sudut ruangan, terdapat pula replika pohon yang dihiasi daun-daun kertas berisi aneka permohonan yang ditulis tangan, dikenal sebagai “wishing tree”. Di sisi lain pagoda, pengunjung juga dapat berjalan-jalan menikmati keindahan taman yang dihiasi ornamen dan patung-patung bernuansa religi, termasuk melewati Jembatan Titi Lumbini sepanjang 20 meter.
Meskipun saya bukan penganut agama Buddha, saya merasakan betul aura ketenangan yang menyelimuti tempat ini. Taman Alam Lumbini memang sangat cocok bagi umat Buddha yang ingin beribadah atau bermeditasi dengan damai. Suara yang terdengar di sana hanyalah kicauan burung dan alunan musik religi yang lembut. Para pengunjung yang hadir pun tampaknya memahami esensi tempat ini, menjaga ketenangan dengan tidak membuat keributan.
Etika Berkunjung: Dos and Don’ts di Taman Alam Lumbini
Mengingat Taman Alam Lumbini adalah sebuah tempat ibadah yang aktif, sangat penting bagi kita sebagai wisatawan untuk menjaga sikap dan menghormati kesuciannya. Berikut adalah beberapa panduan yang perlu diperhatikan:
Dos:
- Tidak ada tarif masuk yang dipungut, namun sangat dianjurkan untuk memberikan sumbangan sukarela. Kotak sumbangan tersedia di kantor keamanan dekat gerbang masuk saat Anda melapor.
- Kenakan pakaian yang sopan sebagai bentuk penghormatan, layaknya berkunjung ke tempat ibadah lainnya.
- Lepaskan alas kaki sebelum memasuki area dalam pagoda dan letakkan di tempat yang telah disediakan.
Don’ts:
- Hindari membuat keributan atau berbicara dengan suara keras. Ingatlah bahwa tempat ini juga digunakan oleh umat Buddha untuk beribadah dan bermeditasi.
- Jangan makan atau minum di dalam pagoda untuk menjaga kebersihan dan kesucian area.
- Dilarang memanjat tembok pagar atau patung-patung yang ada di sekitar pagoda.
Sebagai bentuk dukungan terhadap perekonomian lokal, jika memungkinkan, tak ada salahnya membeli suvenir sebagai kenang-kenangan dari toko-toko yang ada di sana atau menggunakan jasa foto polaroid yang disediakan. Jadi, bagi Anda yang berencana mengunjungi atau sedang berada di kota Berastagi, jangan lewatkan kesempatan untuk menyempatkan diri menengok keindahan dan merasakan kesunyian Taman Alam Lumbini, sambil menikmati sejuknya udara khas dataran tinggi ini.