Jika ditanya tentang momen healing kuliah yang paling berkesan, ingatan saya langsung melayang ke sebuah perjalanan tak terlupakan menuju Air Terjun Tancak di Jember. Tepatnya pada 20 Juni 2023, saya bersama dua teman seangkatan dan seorang kakak tingkat memutuskan untuk mengisi hari libur dengan sesuatu yang berbeda dari rutinitas. Awalnya hanya wacana di grup obrolan, namun entah bagaimana, pagi itu rencana kami benar-benar terwujud. Mungkin karena kami semua sama-sama merindukan suasana segar dan pelarian dari penatnya praktik peradilan semu yang begitu menguras energi.
Pagi-pagi kami berkumpul, kemudian mencari sarapan bersama. Pilihan kami jatuh pada semangkuk soto ayam hangat di salah satu warung favorit dekat kampus. Rasanya sederhana, namun pas sekali untuk mengisi energi sebelum petualangan kami dimulai. Setelah perut terisi, kami langsung memacu kendaraan menuju Air Terjun Tancak yang berjarak sekitar 27 kilometer dari tempat kami. Di tengah perjalanan, kami sempat mampir sebentar untuk membeli beragam camilan dan minuman, semacam bekal darurat yang nantinya akan dinikmati sembari bersantai di tengah alam.
Semakin mendekati lokasi, kondisi jalan mulai berubah drastis. Aspal mulus berganti dengan jalanan menanjak, menurun curam, penuh belokan tajam, dan terkadang cukup sempit. Kehati-hatian ekstra sangat diperlukan, terutama bagi kami yang baru pertama kali melintasi jalur ini. Namun, segala degup cemas itu terbayar lunas begitu kami tiba di pos pertama. Kami membayar retribusi masuk (sayangnya saya lupa nominal pastinya karena ini sudah dua tahun lalu), lalu memarkir motor di halaman rumah warga yang difungsikan sebagai lahan parkir oleh masyarakat sekitar.
Dari titik inilah petualangan trekking sesungguhnya dimulai. Kami mulai berjalan kaki menyusuri jalur menuju air terjun. Estimasi waktu perjalanan sekitar satu jam, namun bisa bervariasi tergantung stamina dan frekuensi berhenti untuk beristirahat. Jalurnya memang cukup menantang: naik turun bukit, dipenuhi bebatuan kecil, tanah yang sedikit licin, dan beberapa spot yang memacu adrenalin. Salah satu teman saya sempat terpeleset, dan saya sendiri nyaris jatuh gara-gara kerikil kecil. Syukurlah, semangat kami semua tetap membara. Kami juga sempat melewati sebuah jembatan kecil dan jalur bebatuan yang cukup curam, namun selama hati riang dan tubuh masih kuat, semua terasa begitu seru dan menyenangkan.
Mendekati lokasi utama, kami kembali dikenakan retribusi di titik tertentu. Lagi-lagi, saya lupa tarif pastinya, namun bisa dibilang cukup terjangkau. Setelah itu, perjalanan tinggal sedikit lagi. Dan begitu kami tiba… WOW. Tidak berlebihan rasanya jika saya menyebut Air Terjun Tancak ini sebagai surga tersembunyi yang otentik. Air terjunnya menjulang tinggi, aliran airnya deras namun tetap menyejukkan mata, dikelilingi tebing hijau nan asri serta bebatuan besar yang kokoh. Suasananya begitu hening, hanya suara alam yang terdengar: desiran angin, gemericik air yang menenangkan, dan sesekali tawa kecil dari pengunjung lain yang turut menikmati kedamaian momen ini.
Sayangnya, saya tidak membawa baju ganti, padahal keinginan untuk merasakan kesegaran airnya begitu besar. Akhirnya, kami memilih duduk-duduk santai, menikmati camilan yang tadi dibeli di perjalanan, sambil mengobrol tentang hal-hal acak dan bernostalgia tentang masa kuliah. Dari obrolan seputar dosen yang menantang hingga drama tugas kelompok, semuanya mencair dalam suasana segar di dekat air terjun yang memukau. Kami juga tak lupa mengabadikan momen dengan berfoto dan mengambil video sebagai kenang-kenangan, meskipun beberapa spot di sana cukup rawan bahkan sempat terlihat bekas longsoran tanah kecil yang membuat kami harus ekstra waspada.
Setelah puas menikmati keindahan dan kesegaran Air Terjun Tancak Jember, kami memutuskan untuk kembali. Jalur trekking pulang tetap menguras tenaga, namun entah mengapa rasanya lebih ringan. Mungkin karena hati sudah penuh dengan pemandangan indah dan cerita tak terlupakan yang baru saja kami ciptakan. Setibanya di area parkir, kami membersihkan diri sejenak—mencuci tangan, kaki, dan sesekali mengeluh kecil karena rasa pegal yang mendera. Namun, ini adalah rasa capek yang benar-benar sepadan dengan pengalaman yang didapatkan. Hari itu, kami pulang ke kosan dengan kaki pegal, namun hati puas dan pikiran kembali segar.
Perjalanan ke Air Terjun Tancak bukan sekadar tentang destinasi, melainkan juga tentang keseluruhan prosesnya: jalanan yang menantang, tawa riang sepanjang perjalanan, dan momen-momen sederhana seperti makan soto bersama sebelum berangkat. Semua itu menjadikan pengalaman ini terasa utuh dan sangat berkesan. Dan kini, dua tahun setelahnya, saat saya menulis artikel ini, saya semakin menyadari bahwa kadang, liburan terbaik itu tidak harus mahal atau jauh-jauh. Cukup dengan alam yang menenangkan, teman-teman yang tulus, dan hati yang terbuka untuk menikmati setiap momen yang ada.