Jakarta – Lebih dari 40.000 turis kini terperangkap di Israel, sebuah negara yang dulunya destinasi liburan impian, kini berubah menjadi zona waspada tinggi di tengah eskalasi konflik dengan Iran. Ketakutan merebak saat sebagian besar bandara ditutup, penerbangan dibatalkan, dan sirene rudal bergema di jalanan kota kuno yang dulunya ramai. Langit yang tertutup dan rute pelarian yang menyempit telah menjebak ribuan orang di tempat perlindungan bom, menanti langkah selanjutnya dalam ketidakpastian yang mencekam.
Musim panas yang seharusnya menjadi awal liburan di Israel kini dilanda kekacauan. Para wisatawan yang semula merencanakan penjelajahan situs bersejarah dan pantai yang indah, terkejut dengan pecahnya perang yang cepat antara Israel dan Iran, mengubah tujuan wisata utama ini menjadi mimpi buruk perjalanan global.
Bandara Ditutup Tanpa Jadwal Buka
Situasi memburuk dengan cepat setelah serangan udara mendadak Israel terhadap Iran pada Jumat dini hari. Seperti dilaporkan oleh Tour and Travel World pada Ahad, 15 Juni 2025, Teheran merespons dengan serangan rudal balistik, memaksa Israel menutup wilayah udaranya dan menangguhkan semua penerbangan komersial yang masuk dan keluar. Bandara Internasional Ben Gurion di Tel Aviv, gerbang utama negara ini, kini ditutup tanpa ada jadwal resmi untuk dibuka kembali.
Rencana liburan para turis terlantar di Israel, mulai dari kunjungan sehari ke Kota Tua Yerusalem hingga bersantai di pantai Tel Aviv, kini digantikan oleh aktivitas bergegas ke tempat perlindungan bom diiringi suara sirene. Mereka terus-menerus memeriksa lokasi perjalanan untuk mencari rute pelarian alternatif. Hotel-hotel bersejarah dan resor modern yang semula dipesan kini tergantikan oleh perlindungan bawah tanah sebagai “kamar” yang paling sering dikunjungi.
Di Yerusalem, rudal balistik dari Iran menerangi langit malam layaknya hujan meteor yang mengerikan. Sementara itu, di Tel Aviv, beberapa distrik mengalami serangan langsung, membuat penduduk setempat dan wisatawan berebut mencari perlindungan. Bahkan acara rekreasi tahunan seperti Parade Kebanggaan Tel Aviv yang terkenal, terpaksa dibatalkan pada menit terakhir. Hotel-hotel yang dulunya penuh dengan wisatawan musiman kini sepi dari aktivitas. Museum ditutup, toko-toko tak beroperasi, dan akses ke Kota Tua Yerusalem kini hanya diizinkan bagi penduduk. Denyut nadi pariwisata Israel yang semarak kini telah meredup di bawah bayang-bayang serangan udara.
Biaya Liburan Melonjak
Penutupan Bandara Ben Gurion telah memicu efek berantai di seluruh industri perjalanan. Maskapai internasional menghentikan operasinya, membuat hampir tidak ada opsi bagi wisatawan untuk memesan penerbangan kembali. Para turis terlantar di Israel ini terpaksa memperpanjang masa tinggal mereka tanpa kepastian kapan bisa kembali ke rumah, yang secara otomatis meningkatkan biaya akomodasi secara signifikan.
Bagi wisatawan yang putus asa mencari jalan keluar, salah satu opsi terbatas adalah penyeberangan darat menuju Yordania. Namun, rute ini tidak hanya terbatas dan mahal, tetapi juga penuh risiko. Bahkan jika berhasil mencapai Yordania, mereka hanya akan sampai di Amman. Dari sana, wisatawan masih harus mencari penerbangan internasional, yang harganya bisa berlipat-lipat dan jadwalnya pun masih sangat tidak jelas.
Dampak bagi Perekonomian
Bagi Israel, pariwisata merupakan sektor vital yang menyumbang hampir 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) negaranya. Dengan 40.000 wisatawan yang terjebak dan ribuan lainnya membatalkan kunjungan, sektor pariwisata mengalami penurunan tajam. Dampak berantai ini juga memengaruhi sektor perhotelan, transportasi, layanan makanan, dan bahkan acara budaya yang sangat bergantung pada pendapatan pengunjung. Pemerintah dari berbagai negara di dunia kini menerbitkan peringatan perjalanan, banyak yang secara tegas meminta warga negaranya untuk menghindari perjalanan ke Israel dan wilayah sekitarnya, dengan alasan ancaman rudal, serangan militer, dan lingkungan keamanan yang tidak stabil.