Berwisata tak melulu soal tempat indah dan romantis. Mengunjungi bangunan terbengkalai dan mengabadikannya dalam foto, menurut saya, adalah pengalaman unik. Lebih dari sekadar wisata mistis, kita bisa melihat sisa-sisa kehidupan yang pernah ada di sana: foto-foto usang, kalender lusuh, dan barang-barang yang ditinggalkan.
Kali ini, saya mengunjungi sebuah rumah terbengkalai di Cibisoro, Kecamatan Bojongsoang, Bandung. Konon, tempat ini dulunya adalah kediaman seorang seniman terkenal. Menurut Pak Ependi, penjaga rumah, sang seniman kini telah pindah ke Kota Bandung. Rumah ini sempat akan dibeli, lalu ada pula yang berminat mengontraknya untuk usaha konveksi, namun semua rencana itu tak pernah terwujud. Kini, rumah itu lapuk dimakan usia. Atapnya roboh, dan penyangganya tak lagi mampu menopang bangunan.
Saya tiba di sana sore hari, sekitar pukul 17:30, menjelang Maghrib. Suasana di sekitar rumah masih ramai dengan anak-anak bermain bola. Memasuki area depan, saya harus berhati-hati karena ilalang tumbuh tinggi hampir menutupi badan. Saya juga harus waspada dengan pijakan kaki, khawatir ada hewan buas bersembunyi di antara rerumputan.
Di bagian jendela samping rumah, terlihat tulisan “Dilarang Buang Sampah.” Semak belukar yang tinggi menghalangi pandangan. Perasaan was-was semakin menjadi, karena kita tak pernah tahu apa yang bersembunyi di sana. Saya pun membawa tongkat untuk memukul rumput, berjaga-jaga.
Bagian samping rumah ini relatif lebih bersih, sehingga saya bisa leluasa bergerak dan memotret. Menurut Pak Ependi, area ini dulunya adalah tempat bersantai pemilik rumah. Setelah memotret bagian samping, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke depan rumah. Di sana, terdapat jalan setapak tanpa rumput liar yang mengarah ke pintu masuk. Sebelum masuk, saya mengamati sekeliling, memastikan tak ada orang di dalam. Untungnya, rumah itu kosong. Hamparan sawah dan pegunungan di selatan terlihat jelas dari sini. Mungkin inilah alasan mengapa tempat ini dulu dijadikan tempat bersantai. Karena Pak Ependi ada keperluan, saya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah sendirian.
Saat akan memasuki rumah, saya merasa ada yang melempar batu kecil ke arah saya. Namun, setelah saya perhatikan, tak ada seorang pun di sekitar. Itu adalah keanehan pertama. Saya mencoba mengabaikannya dan melanjutkan penelusuran.
Di dalam rumah, genting-genting sudah banyak yang ambruk karena kayu penyangganya lapuk. Jendela yang saya foto pertama kali, yang dipenuhi ilalang dan bertuliskan “Dilarang Buang Sampah Sembarangan,” sebenarnya bisa diakses dari dalam, namun saya malas menerobos rumput yang tinggi. Suasana di dalam cukup adem, meskipun terasa sedikit creepy karena saya datang menjelang Maghrib. Sebenarnya, yang saya khawatirkan bukan hantu, melainkan orang jahat. Tapi saya tetap melanjutkan eksplorasi dengan hati-hati.
Tangga menuju lantai dua masih utuh dengan tempelan keramik. Saya cukup terkejut melihatnya. Dari luar, terlihat ada jendela di lantai dua. Saya kira masih ada lantai yang kokoh di sana, namun ternyata sudah dibongkar orang.
Kabarnya, beberapa tahun lalu, sekitar tahun 2022, sempat terjadi kasus pembunuhan di rumah ini. Korban diduga dipukul hingga jatuh dari lantai dua. Namun, saya tidak akan membahas kasus itu lebih lanjut. Lantai dua yang dibongkar itu, kemungkinan bukan terbuat dari coran atau beton, melainkan dari kayu. Terlihat jelas bekas lubang di tembok yang digunakan untuk menumpu kayu.
Ini adalah bagian kamar di lantai dua. Kamar ini cukup luas, dan dari sisi timur, kita bisa melihat pemandangan hamparan sawah. Foto kedua menunjukkan bekas tempat tidur. Ada bekas penopang genteng yang masih menyangga di sana, kemungkinan sengaja dibongkar satu per satu demi keamanan. Di tembok, terdapat coretan vandalisme yang dijadikan markas para geng.
Menurut saya, rumah ini dulunya pasti sangat bagus. Terlihat dari detail bangunannya yang didominasi ornamen di setiap dinding bagian bawah.
Selanjutnya, saya berpindah ke ruangan lain, yaitu toilet yang letaknya berdekatan dengan kamar tidur. Di sini, terlihat bak mandi dan kloset yang masih utuh. Namun, bak mandi dipenuhi sampah genting, sampah plastik, botol minuman keras, dan kaleng lem. Kotak sabun masih berada di tempatnya. Lalu, ada lagi kejadian aneh. Saat saya berada di dekat bekas tempat tidur di samping kamar mandi, terdengar suara ketukan di tembok, “Tok, tok, tok.” Padahal, saya sendirian di sana. Jujur, saya sedikit panik dan merinding, tapi saya tetap melanjutkan. Saya melihat jam, menunjukkan pukul 18:00 WIB, sudah Maghrib, dan hawa di sana terasa berbeda, semakin tidak nyaman. Sepertinya ini pertanda saya harus pergi.
Itulah cerita saya ketika mengunjungi salah satu rumah kosong terbengkalai di Cibisoro, Kecamatan Bojongsoang, Bandung. Rumah yang ditinggalkan seringkali menjadi sarang atau markas para geng dan penjahat. Seperti kasus yang terjadi pada tahun 2022, menjadi daftar kejadian pertama di rumah tersebut, dan tempat yang saya pijak dan kunjungi ini adalah rumah bekas kejadian perkara.
Sekian cerita pengalaman/perjalanan saya, terima kasih.
Sampai jumpa di catatan eksplorasi lainnya.