Jakarta – Kabar kurang menyenangkan datang dari Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wayag, permata wisata yang menjadi ikon Raja Ampat, terpaksa ditutup sementara untuk kunjungan wisatawan. Penutupan ini merupakan dampak dari aksi pemalangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat di Distrik Waigio Barat Kepulauan.
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menjelaskan bahwa langkah pembatasan ini diambil sebagai upaya preventif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan menimpa para wisatawan. “Saya meminta agar aktivitas wisata di Waigio Barat Kepulauan ditutup sementara,” tegasnya di Sorong, Kamis, 12 Juni 2025.
Warga Memalang Akses ke Wayag: Akar Permasalahan
Aksi pemalangan ini dipicu oleh keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas bersama sejumlah menteri pada Senin, 9 Juni 2024. Keempat perusahaan yang IUP-nya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining (KSM).
Keputusan pencabutan IUP ini berdampak langsung pada masyarakat yang bekerja di PT Melia Raymond Perkasa dan PT KSM. Mereka yang selama ini merasakan manfaat ekonomi dari keberadaan perusahaan tambang nikel tersebut kemudian melakukan pemalangan akses menuju Wayag sebagai bentuk protes.
Upaya Pemerintah Daerah Mencari Solusi
Pemerintah Raja Ampat tidak tinggal diam. Pada hari Rabu, 11 Juni 2025, mereka melakukan kunjungan ke Pulau Manyaifun dan Batan Pele untuk meninjau kondisi di lapangan sekaligus mendengarkan aspirasi masyarakat yang terdampak.
“Kami sudah turun ke Pulau Manyaifun dan mendengar aspirasi mereka, itulah yang akan kami bahas dalam kegiatan gelar tikar adat,” ujar Bupati Orideko Burdam. Pemerintah daerah berupaya menyelesaikan permasalahan ini dengan mengakomodasi kepentingan seluruh masyarakat yang terdampak penutupan tambang nikel.
“Saya minta, mari kita hindari konflik, kita mengedepankan komunikasi yang baik. Tapi pada intinya nanti kita dalam waktu dekat kita gelar tikar adat untuk mencari solusi konkret,” imbuhnya. Gelar tikar adat diharapkan menjadi wadah musyawarah untuk mencapai mufakat dan menemukan solusi terbaik bagi semua pihak.
Pengusiran Turis: Sebuah Peringatan
Sebelumnya, sebuah video viral di media sosial memperlihatkan pengusiran turis oleh masyarakat adat di kawasan ekowisata Raja Ampat. Dalam video yang diunggah di reels #FolkKonoha, terlihat sekelompok orang mengenakan kaus hitam berteriak di dekat kapal yang membawa wisatawan asing, meminta mereka untuk segera meninggalkan wilayah tersebut. Sumber Tempo di Raja Ampat mengonfirmasi bahwa peristiwa tersebut terjadi di Pulau Wayag dan dilakukan oleh warga sekitar Wayag.
Wayag, dengan keindahan gugusan pulau karstnya yang ikonik, adalah magnet bagi wisatawan. Pemandangan dari puncaknya menawarkan panorama laut Raja Ampat yang menakjubkan. Penutupan sementara ini tentu menjadi pukulan bagi industri pariwisata Raja Ampat.
Semoga melalui dialog dan musyawarah, solusi terbaik dapat segera ditemukan agar Wayag dapat kembali dibuka dan dinikmati oleh para wisatawan, sekaligus memberikan keadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Antara dan Martha Warta Silaban turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Tradisi Sasi dari Raja Ampat